Perjalanan dilanjutkan melalui laut dengan menumpang kapal very menuju kota singa. Di dalam very banyak turis asing dari daratan asia juga, mungkin dari Taiwan, Hongkong atau China. Sulit untuk membedakan mereka, karena warna kulit, mata dan bentuk muka yang hampir sama.
Sinyal ponsel pun semakin hilang seiring perjalanan very menjauhi daratan Pulau Batam. Sinyal kembali muncul dari operator milik Singapura. Di atas geladak yang tidak begitu luas angin berhembus kencang.
Di kejauhan nampak kapal pesiar (Asian Cruise) yang besar sekali sedang lego jangkar di perairan Singapura. Selain kapal pesiar, ada juga kapal cargo yang sibuk di sepanjang alur pelayaran. Di seberang nampak juga kapal tongkang (barge) yang ditarik kapal pandu (tug boat) sedang membawa muatan pasir, mungkin pasir dari Indonesia yang dijual ke Singapura. Pelabuhan transit dan pergudangan itu sudah dikenal sejak dulu karena letaknya yang strategis, meskipun pulaunya sangat kecil (dibanding Indonesia yang sangat luas). Sementara di sisi kanan very, ada very lainnya dengan tujuan yang sama. Seperti sedang adu balap saja.
Tak terasa very mulai mengurangi kecepatan karena sudah memasuki pelabuhan untuk sandar. Kamipun berkemas bersiap meninggalkan very.
Begitu very merapat di pelabuhan, segera berhamburan penumpang bergegas menuju area pemeriksaan dokumen. Meskipun sudah memasuki wilayah negara yang terkenal tertib dan disiplin, tetap saja budaya berebut dan berdesak-desakan masih terbawa juga (termasuk saya sendiri hehehee....
Sebisa mungkin jalan-jalan kali ini tidak sekedar asal jalan ke negeri orang, tapi setidaknya akan menambah wawasan saya tentang negeri yang konon dikenal sebagai negeri yang makmur, tertib dan punya kedisiplinan yang tinggi.
Ini yang perlu dicontoh, tapi saya sangat menyayangkan kenapa pasir kita berpindah kesana. Pulau terluarpun terancam tenggelam, sementara di negeri orang pulaunya bertambah luas.
Antrian pemeriksaan dokumen keimigrasian sudah mengekor panjangnya. Mungkin saat itu musim liburan,sehingga bayak pelancong yang mendatangi kota singa tersebut. Sementara sebagian rombongan terpecah dalam beberapa kelompok di baris antrian yang berbeda, saya sempatkan mata ini mengamati sekeliling pelabuhan sekedar untuk menghilangkan bosan menunggu antrian. Semuanya kelihatan bersih dan rapi, pelancong dengan tertib mengantri sambil menyiapkan dokumen yang akan diperiksa.
Akhirnya selesai sudah proses pemeriksaan dan segera kamipun bersiap melanjutkan perjalanan. Sayang keinginan untuk berkeliling kota terhalang oleh hujan deras yang turun lumayan lama. Sambil menunggu rhujan reda, saya sempatkan melihat-lihat counter mainan dan elektronik juga aneka macam asesoris yang banyak ditawarkan di area pelabuhan. Kalau dilihat harga sepertinya tidak kalah dari negeri sendiri, mahal juga, apa karena dijualnya di pelabuhan dan pajaknya tinggi. Yang jelas tak satupun yang cocok, cocok di kantong maksudnya. (bilang saja tidak cukup duit).
Hujan perlahan-lahan mulai reda, bis sudah menunggu untuk mengantar jalan-jalan keliling kota. Jalan di kota singa ini sangat mulus dengan rambu-rambu dan marka jalan yang jelas, sehingga memudahkan para pemakai jalan. Meskipun hujan rintik-rintik mengguyur sepanjang jalan, namun pemandangan sebuah kota yang modern tetap terlihat dengan jelas.
Tujuan pertama yang dikunjungi adalah daerah pecinan. Di komplek pertokoan ini saya meiliki kesan yang sangat mendalam yang tidak akan terlupa betapa konyol dan naifnya saya. Apa yang terjadi saat itu akan saya tulis tersendiri (mudah-mudahan sempat ada waktu untuk menulis).
Comments
Post a Comment
Tulis komentar di sini....